Thumbnail for article “My Journey as a UI/UX Designer” by grasio justin

Friday, August 29, 2025

MY JOURNEY AS A UI/UX DESIGNER

MY JOURNEY AS A UI/UX DESIGNER

Halo semuanya jadi pada kesempatan kali ini aku mau share journey aku sebagai ui/ux designer. So buat kalian yang berminat terjun ke dunia ui/ux, ini bisa kalian jadiin acuan atau sekedar informasi tambahan sebelum kalian mendalami dunia ui/ux.

Category

UI/UX Design

Category

UI/UX Design

Category

UI/UX Design

Author

Grasio Justin

Author

Grasio Justin

Author

Grasio Justin

Read Time

8 Min

Read Time

8 Min

Read Time

8 Min
CHAPTER 1: STRESS

Jadi, ceritanya di semester 4 aku lagi ada di fase bingung banget tentang hidup. Mau ke mana arahnya? Mau jadi apa? Bener-bener clueless. 😅

FYI, aku kuliah di Udinus Semarang, jurusan Sistem Informasi. Waktu awal masuk, aku kira jurusan ini bakal jauh dari ngoding karena, jujur aja, aku emang kurang minat sama yang namanya coding. Ternyata… ya nggak sepenuhnya benar.

Akhirnya, aku mulai cari-cari pekerjaan yang masih nyambung sama jurusanku tapi nggak terlalu hardcore di coding. Googling sana-sini, muncullah berbagai pilihan: data analyst, developer, project manager, UI/UX designer, dan lain-lain.

Entah kenapa, ada sesuatu yang bikin aku penasaran sama UI/UX. Mungkin karena namanya terdengar keren, atau mungkin karena berhubungan sama desain? Akhirnya aku mulai cari tahu lebih dalam. Ternyata, job desk-nya banyak berkaitan sama desain aplikasi atau website, pokoknya dunia digital yang visual banget.

Dari situ aku makin kepo: “Oke, terus cara kerjanya gimana? Toolsnya apa aja?” Ternyata, kebanyakan designer UI/UX pakai Figma.

Seperti biasa, modal nekat, aku langsung buka YouTube dan ketik: TUTORIAL MENGGUNAKAN FIGMA. Eh, ternyata banyak tutorial, tapi… hampir semuanya langsung loncat ke tips atau trik untuk bikin project tertentu. Nggak ada yang benar-benar dari nol untuk pemula clueless kayak aku.

Jadi yaudah, rasanya kayak ngerakit puzzle. Satu video kasih potongan A, video lain kasih potongan B. Aku yang waktu itu masih blank banget, akhirnya cuma bisa ikut semua tutorial yang ada dan coba-coba sendiri. Step by step, puzzle belajarku mulai kebentuk, walau jalannya muter-muter.

CHAPTER 1: STRESS

Jadi, ceritanya di semester 4 aku lagi ada di fase bingung banget tentang hidup. Mau ke mana arahnya? Mau jadi apa? Bener-bener clueless. 😅

FYI, aku kuliah di Udinus Semarang, jurusan Sistem Informasi. Waktu awal masuk, aku kira jurusan ini bakal jauh dari ngoding karena, jujur aja, aku emang kurang minat sama yang namanya coding. Ternyata… ya nggak sepenuhnya benar.

Akhirnya, aku mulai cari-cari pekerjaan yang masih nyambung sama jurusanku tapi nggak terlalu hardcore di coding. Googling sana-sini, muncullah berbagai pilihan: data analyst, developer, project manager, UI/UX designer, dan lain-lain.

Entah kenapa, ada sesuatu yang bikin aku penasaran sama UI/UX. Mungkin karena namanya terdengar keren, atau mungkin karena berhubungan sama desain? Akhirnya aku mulai cari tahu lebih dalam. Ternyata, job desk-nya banyak berkaitan sama desain aplikasi atau website, pokoknya dunia digital yang visual banget.

Dari situ aku makin kepo: “Oke, terus cara kerjanya gimana? Toolsnya apa aja?” Ternyata, kebanyakan designer UI/UX pakai Figma.

Seperti biasa, modal nekat, aku langsung buka YouTube dan ketik: TUTORIAL MENGGUNAKAN FIGMA. Eh, ternyata banyak tutorial, tapi… hampir semuanya langsung loncat ke tips atau trik untuk bikin project tertentu. Nggak ada yang benar-benar dari nol untuk pemula clueless kayak aku.

Jadi yaudah, rasanya kayak ngerakit puzzle. Satu video kasih potongan A, video lain kasih potongan B. Aku yang waktu itu masih blank banget, akhirnya cuma bisa ikut semua tutorial yang ada dan coba-coba sendiri. Step by step, puzzle belajarku mulai kebentuk, walau jalannya muter-muter.

CHAPTER 1: STRESS

Jadi, ceritanya di semester 4 aku lagi ada di fase bingung banget tentang hidup. Mau ke mana arahnya? Mau jadi apa? Bener-bener clueless. 😅

FYI, aku kuliah di Udinus Semarang, jurusan Sistem Informasi. Waktu awal masuk, aku kira jurusan ini bakal jauh dari ngoding karena, jujur aja, aku emang kurang minat sama yang namanya coding. Ternyata… ya nggak sepenuhnya benar.

Akhirnya, aku mulai cari-cari pekerjaan yang masih nyambung sama jurusanku tapi nggak terlalu hardcore di coding. Googling sana-sini, muncullah berbagai pilihan: data analyst, developer, project manager, UI/UX designer, dan lain-lain.

Entah kenapa, ada sesuatu yang bikin aku penasaran sama UI/UX. Mungkin karena namanya terdengar keren, atau mungkin karena berhubungan sama desain? Akhirnya aku mulai cari tahu lebih dalam. Ternyata, job desk-nya banyak berkaitan sama desain aplikasi atau website, pokoknya dunia digital yang visual banget.

Dari situ aku makin kepo: “Oke, terus cara kerjanya gimana? Toolsnya apa aja?” Ternyata, kebanyakan designer UI/UX pakai Figma.

Seperti biasa, modal nekat, aku langsung buka YouTube dan ketik: TUTORIAL MENGGUNAKAN FIGMA. Eh, ternyata banyak tutorial, tapi… hampir semuanya langsung loncat ke tips atau trik untuk bikin project tertentu. Nggak ada yang benar-benar dari nol untuk pemula clueless kayak aku.

Jadi yaudah, rasanya kayak ngerakit puzzle. Satu video kasih potongan A, video lain kasih potongan B. Aku yang waktu itu masih blank banget, akhirnya cuma bisa ikut semua tutorial yang ada dan coba-coba sendiri. Step by step, puzzle belajarku mulai kebentuk, walau jalannya muter-muter.

Old Instagram app interface redesign study by jeremia justin
CHAPTER 2: HAMPIR PUTUS ASA

Setelah pelan-pelan belajar pakai Figma, jujur aku sempat hampir menyerah. Kenapa? Karena setiap kali coba bikin desain, rasanya hasilnya selalu… meh. Nggak sebagus aplikasi-aplikasi yang sering aku pakai di HP. Padahal wajar aja kan, soalnya aplikasi-aplikasi itu sudah melewati bertahun-tahun pengembangan dan revisi supaya tampilannya makin kece dan nyaman dipakai.

Sampai akhirnya aku kepikiran buat cari tahu desain awal dari aplikasi-aplikasi besar, kayak Instagram waktu pertama kali rilis. Dan ternyata… desainnya juga nggak langsung bagus! Bahkan bisa dibilang cukup sederhana dibanding sekarang.

Dari situ aku mulai sadar, semua desainer juga pasti butuh proses. Nggak ada yang langsung jago dari percobaan pertama. Ada banyak hal yang harus dipelajari: bukan cuma soal desain yang enak dipandang, tapi juga soal gimana caranya bikin pengguna nyaman dan gampang pakai produknya.

CHAPTER 2: HAMPIR PUTUS ASA

Setelah pelan-pelan belajar pakai Figma, jujur aku sempat hampir menyerah. Kenapa? Karena setiap kali coba bikin desain, rasanya hasilnya selalu… meh. Nggak sebagus aplikasi-aplikasi yang sering aku pakai di HP. Padahal wajar aja kan, soalnya aplikasi-aplikasi itu sudah melewati bertahun-tahun pengembangan dan revisi supaya tampilannya makin kece dan nyaman dipakai.

Sampai akhirnya aku kepikiran buat cari tahu desain awal dari aplikasi-aplikasi besar, kayak Instagram waktu pertama kali rilis. Dan ternyata… desainnya juga nggak langsung bagus! Bahkan bisa dibilang cukup sederhana dibanding sekarang.

Dari situ aku mulai sadar, semua desainer juga pasti butuh proses. Nggak ada yang langsung jago dari percobaan pertama. Ada banyak hal yang harus dipelajari: bukan cuma soal desain yang enak dipandang, tapi juga soal gimana caranya bikin pengguna nyaman dan gampang pakai produknya.

CHAPTER 2: HAMPIR PUTUS ASA

Setelah pelan-pelan belajar pakai Figma, jujur aku sempat hampir menyerah. Kenapa? Karena setiap kali coba bikin desain, rasanya hasilnya selalu… meh. Nggak sebagus aplikasi-aplikasi yang sering aku pakai di HP. Padahal wajar aja kan, soalnya aplikasi-aplikasi itu sudah melewati bertahun-tahun pengembangan dan revisi supaya tampilannya makin kece dan nyaman dipakai.

Sampai akhirnya aku kepikiran buat cari tahu desain awal dari aplikasi-aplikasi besar, kayak Instagram waktu pertama kali rilis. Dan ternyata… desainnya juga nggak langsung bagus! Bahkan bisa dibilang cukup sederhana dibanding sekarang.

Dari situ aku mulai sadar, semua desainer juga pasti butuh proses. Nggak ada yang langsung jago dari percobaan pertama. Ada banyak hal yang harus dipelajari: bukan cuma soal desain yang enak dipandang, tapi juga soal gimana caranya bikin pengguna nyaman dan gampang pakai produknya.

CUXION UI/UX competition guide book cover by justin grasio
CHAPTER 3: PERCAYA PROSES

Aku mulai percaya kalau untuk benar-benar mahir dalam suatu bidang itu butuh proses yang panjang dan konsistensi buat terus berusaha serta belajar. Hampir setiap hari aku mengasah kemampuanku dalam membuat desain mulai dari nonton tutorial, eksperimen dengan desain aplikasi yang muncul di imajinasiku, sampai mencoba mempelajari desain-desain keren yang ada di luar sana.

Sampai suatu hari, aku lihat di media sosial ternyata banyak banget lomba UI/UX. Dari situ aku mulai memberanikan diri buat ikut. Kenapa aku bilang memberanikan diri? Soalnya, jujur aja… dari dulu kalau ikut lomba, jarang banget menang. Mau itu lomba cerdas cermat Alkitab, pramuka, futsal semuanya sama aja, selalu kalah wkwkwk.

Tapi kali ini aku nekat ikut lomba UI/UX yang diadain Caltex Techno Scientist University. Dan bisa kalian tebak hasilnya apa? Yap… aku kalah lagi wkwkwk. Bahkan masuk 5 besar aja nggak.

CHAPTER 3: PERCAYA PROSES

Aku mulai percaya kalau untuk benar-benar mahir dalam suatu bidang itu butuh proses yang panjang dan konsistensi buat terus berusaha serta belajar. Hampir setiap hari aku mengasah kemampuanku dalam membuat desain mulai dari nonton tutorial, eksperimen dengan desain aplikasi yang muncul di imajinasiku, sampai mencoba mempelajari desain-desain keren yang ada di luar sana.

Sampai suatu hari, aku lihat di media sosial ternyata banyak banget lomba UI/UX. Dari situ aku mulai memberanikan diri buat ikut. Kenapa aku bilang memberanikan diri? Soalnya, jujur aja… dari dulu kalau ikut lomba, jarang banget menang. Mau itu lomba cerdas cermat Alkitab, pramuka, futsal semuanya sama aja, selalu kalah wkwkwk.

Tapi kali ini aku nekat ikut lomba UI/UX yang diadain Caltex Techno Scientist University. Dan bisa kalian tebak hasilnya apa? Yap… aku kalah lagi wkwkwk. Bahkan masuk 5 besar aja nggak.

CHAPTER 3: PERCAYA PROSES

Aku mulai percaya kalau untuk benar-benar mahir dalam suatu bidang itu butuh proses yang panjang dan konsistensi buat terus berusaha serta belajar. Hampir setiap hari aku mengasah kemampuanku dalam membuat desain mulai dari nonton tutorial, eksperimen dengan desain aplikasi yang muncul di imajinasiku, sampai mencoba mempelajari desain-desain keren yang ada di luar sana.

Sampai suatu hari, aku lihat di media sosial ternyata banyak banget lomba UI/UX. Dari situ aku mulai memberanikan diri buat ikut. Kenapa aku bilang memberanikan diri? Soalnya, jujur aja… dari dulu kalau ikut lomba, jarang banget menang. Mau itu lomba cerdas cermat Alkitab, pramuka, futsal semuanya sama aja, selalu kalah wkwkwk.

Tapi kali ini aku nekat ikut lomba UI/UX yang diadain Caltex Techno Scientist University. Dan bisa kalian tebak hasilnya apa? Yap… aku kalah lagi wkwkwk. Bahkan masuk 5 besar aja nggak.

3rd winner trophy at BASIC International UI/UX competition, jeremia justin grasio
CHAPTER 4: KONSISTENSI

Setelah kalah di lomba UI/UX pertamaku, aku nggak menyerah. Aku tetap coba ikut lomba-lomba lain tentang UI/UX… dan kalah lagi. Padahal, kali ini lombanya diselenggarakan oleh universitasku sendiri.

Tapi entah kenapa, aku nggak mau berhenti di situ. Aku masih penasaran dan pengen tahu sejauh mana kemampuanku bisa berkembang. Sampai akhirnya ada satu lomba yang menarik perhatianku Business and System Innovation Challenge (BASIC) yang diadakan oleh Universitas Binus.

Lomba ini berskala internasional. Jujur aja, aku sempat minder banget buat ikut. Lah… lomba tingkat nasional aja nggak pernah menang, apalagi internasional, kan? Tapi kalau kata orang Jawa, wong bejo ngalahke wong pinter. Jadi, aku coba daftar tanpa banyak ekspektasi. Lolos 5 besar aja udah bersyukur banget rasanya.

Eh, ternyata bukan cuma lolos 5 besar… Puji Tuhan, aku berhasil juara 3! 😭 FYI, ini pertama kalinya aku menang lomba, dan langsung di tingkat internasional. Rasanya campur aduk kaget, senang, bangga, semua jadi satu. Akhirnya bisa ngerasain juga rasanya menang lomba wkwkwk.

CHAPTER 4: KONSISTENSI

Setelah kalah di lomba UI/UX pertamaku, aku nggak menyerah. Aku tetap coba ikut lomba-lomba lain tentang UI/UX… dan kalah lagi. Padahal, kali ini lombanya diselenggarakan oleh universitasku sendiri.

Tapi entah kenapa, aku nggak mau berhenti di situ. Aku masih penasaran dan pengen tahu sejauh mana kemampuanku bisa berkembang. Sampai akhirnya ada satu lomba yang menarik perhatianku Business and System Innovation Challenge (BASIC) yang diadakan oleh Universitas Binus.

Lomba ini berskala internasional. Jujur aja, aku sempat minder banget buat ikut. Lah… lomba tingkat nasional aja nggak pernah menang, apalagi internasional, kan? Tapi kalau kata orang Jawa, wong bejo ngalahke wong pinter. Jadi, aku coba daftar tanpa banyak ekspektasi. Lolos 5 besar aja udah bersyukur banget rasanya.

Eh, ternyata bukan cuma lolos 5 besar… Puji Tuhan, aku berhasil juara 3! 😭 FYI, ini pertama kalinya aku menang lomba, dan langsung di tingkat internasional. Rasanya campur aduk kaget, senang, bangga, semua jadi satu. Akhirnya bisa ngerasain juga rasanya menang lomba wkwkwk.

CHAPTER 4: KONSISTENSI

Setelah kalah di lomba UI/UX pertamaku, aku nggak menyerah. Aku tetap coba ikut lomba-lomba lain tentang UI/UX… dan kalah lagi. Padahal, kali ini lombanya diselenggarakan oleh universitasku sendiri.

Tapi entah kenapa, aku nggak mau berhenti di situ. Aku masih penasaran dan pengen tahu sejauh mana kemampuanku bisa berkembang. Sampai akhirnya ada satu lomba yang menarik perhatianku Business and System Innovation Challenge (BASIC) yang diadakan oleh Universitas Binus.

Lomba ini berskala internasional. Jujur aja, aku sempat minder banget buat ikut. Lah… lomba tingkat nasional aja nggak pernah menang, apalagi internasional, kan? Tapi kalau kata orang Jawa, wong bejo ngalahke wong pinter. Jadi, aku coba daftar tanpa banyak ekspektasi. Lolos 5 besar aja udah bersyukur banget rasanya.

Eh, ternyata bukan cuma lolos 5 besar… Puji Tuhan, aku berhasil juara 3! 😭 FYI, ini pertama kalinya aku menang lomba, dan langsung di tingkat internasional. Rasanya campur aduk kaget, senang, bangga, semua jadi satu. Akhirnya bisa ngerasain juga rasanya menang lomba wkwkwk.

"MENANG BUKAN SOAL SIAPA YANG PALING CEPAT, TAPI SIAPA YANG NGGAK BERHENTI MENCOBA."
Dibimbing.id tech team group photo with grasio justin
CHAPTER 5: TERUS MERASA BODOH

Perjalananku nggak berhenti cuma karena sempat menang beberapa lomba. Di kampus, ada satu program bernama Magang Bersertifikat (MSIB) yang diselenggarakan oleh Kampus Merdeka. Program ini menyediakan paid internship di berbagai perusahaan, mulai dari perusahaan besar seperti Traveloka, Gojek, sampai startup dan bahkan instansi pemerintahan.

Awalnya, aku sempat daftar di batch 6, tapi ditolak. Jujur, saat itu aku sadar banget kalau skill ku memang belum cukup mumpuni. Tapi Puji Tuhan, di batch 7 aku akhirnya lolos!

Program ini terkenal banget di kalangan mahasiswa karena gengsinya tinggi dan saingannya super ketat. Apalagi aku berasal dari universitas yang nggak begitu terkenal, jadi rasanya peluangku makin kecil. Mentorku pernah bilang, mahasiswa dari universitas besar biasanya punya advantage karena lebih dilirik. Selain itu, yang daftar juga ratusan bahkan ribuan, terutama untuk perusahaan-perusahaan besar.

Bayangin aja, seluruh mahasiswa se-Indonesia bersaing buat dapat tempat magang yang sama. Waktu itu durasi magangnya 4 bulan, dengan benefit Rp 2.800.000 per bulan plus tiket pesawat PP.

Selama magang di Dibimbing.id, aku langsung terlibat di project nyata perusahaan. Di sinilah aku belajar banyak hal penting: etika kerja, cara komunikasi yang baik sama tim, dan yang paling berkesan tentu aja teknik desain UI/UX profesional, seperti penggunaan fully auto layout, responsive design, sampai bikin design system yang rapi.

Jadi, buat teman-teman yang lagi belajar UI/UX, aku saranin banget cari kesempatan magang. Percaya deh, pengalaman ini bakal jadi bekal berharga banget buat karier kalian ke depannya!

CHAPTER 5: TERUS MERASA BODOH

Perjalananku nggak berhenti cuma karena sempat menang beberapa lomba. Di kampus, ada satu program bernama Magang Bersertifikat (MSIB) yang diselenggarakan oleh Kampus Merdeka. Program ini menyediakan paid internship di berbagai perusahaan, mulai dari perusahaan besar seperti Traveloka, Gojek, sampai startup dan bahkan instansi pemerintahan.

Awalnya, aku sempat daftar di batch 6, tapi ditolak. Jujur, saat itu aku sadar banget kalau skill ku memang belum cukup mumpuni. Tapi Puji Tuhan, di batch 7 aku akhirnya lolos!

Program ini terkenal banget di kalangan mahasiswa karena gengsinya tinggi dan saingannya super ketat. Apalagi aku berasal dari universitas yang nggak begitu terkenal, jadi rasanya peluangku makin kecil. Mentorku pernah bilang, mahasiswa dari universitas besar biasanya punya advantage karena lebih dilirik. Selain itu, yang daftar juga ratusan bahkan ribuan, terutama untuk perusahaan-perusahaan besar.

Bayangin aja, seluruh mahasiswa se-Indonesia bersaing buat dapat tempat magang yang sama. Waktu itu durasi magangnya 4 bulan, dengan benefit Rp 2.800.000 per bulan plus tiket pesawat PP.

Selama magang di Dibimbing.id, aku langsung terlibat di project nyata perusahaan. Di sinilah aku belajar banyak hal penting: etika kerja, cara komunikasi yang baik sama tim, dan yang paling berkesan tentu aja teknik desain UI/UX profesional, seperti penggunaan fully auto layout, responsive design, sampai bikin design system yang rapi.

Jadi, buat teman-teman yang lagi belajar UI/UX, aku saranin banget cari kesempatan magang. Percaya deh, pengalaman ini bakal jadi bekal berharga banget buat karier kalian ke depannya!

CHAPTER 5: TERUS MERASA BODOH

Perjalananku nggak berhenti cuma karena sempat menang beberapa lomba. Di kampus, ada satu program bernama Magang Bersertifikat (MSIB) yang diselenggarakan oleh Kampus Merdeka. Program ini menyediakan paid internship di berbagai perusahaan, mulai dari perusahaan besar seperti Traveloka, Gojek, sampai startup dan bahkan instansi pemerintahan.

Awalnya, aku sempat daftar di batch 6, tapi ditolak. Jujur, saat itu aku sadar banget kalau skill ku memang belum cukup mumpuni. Tapi Puji Tuhan, di batch 7 aku akhirnya lolos!

Program ini terkenal banget di kalangan mahasiswa karena gengsinya tinggi dan saingannya super ketat. Apalagi aku berasal dari universitas yang nggak begitu terkenal, jadi rasanya peluangku makin kecil. Mentorku pernah bilang, mahasiswa dari universitas besar biasanya punya advantage karena lebih dilirik. Selain itu, yang daftar juga ratusan bahkan ribuan, terutama untuk perusahaan-perusahaan besar.

Bayangin aja, seluruh mahasiswa se-Indonesia bersaing buat dapat tempat magang yang sama. Waktu itu durasi magangnya 4 bulan, dengan benefit Rp 2.800.000 per bulan plus tiket pesawat PP.

Selama magang di Dibimbing.id, aku langsung terlibat di project nyata perusahaan. Di sinilah aku belajar banyak hal penting: etika kerja, cara komunikasi yang baik sama tim, dan yang paling berkesan tentu aja teknik desain UI/UX profesional, seperti penggunaan fully auto layout, responsive design, sampai bikin design system yang rapi.

Jadi, buat teman-teman yang lagi belajar UI/UX, aku saranin banget cari kesempatan magang. Percaya deh, pengalaman ini bakal jadi bekal berharga banget buat karier kalian ke depannya!

Graduation family photo session of jeremia justin
CHAPTER 5: LAST BUT NOT LEAST

Sebenernya, artikel ini adalah never ending project cerita yang akan terus aku update seiring perjalananku sebagai seorang UI/UX Designer.

Untuk sementara, ceritanya berhenti di satu momen spesial: kelulusanku pada 27 Agustus 2025 kemarin. Setelah 4 tahun penuh perjuangan, begadang, belajar, lomba, dan magang, akhirnya sekarang aku bisa resmi menyandang nama Jeremia Justin Grasio, S.Kom.

Tapi tentu saja, ini bukan akhir justru baru permulaan dari perjalanan panjangku di dunia desain dan teknologi. Masih banyak mimpi dan cerita seru yang akan datang!

CHAPTER 5: LAST BUT NOT LEAST

Sebenernya, artikel ini adalah never ending project cerita yang akan terus aku update seiring perjalananku sebagai seorang UI/UX Designer.

Untuk sementara, ceritanya berhenti di satu momen spesial: kelulusanku pada 27 Agustus 2025 kemarin. Setelah 4 tahun penuh perjuangan, begadang, belajar, lomba, dan magang, akhirnya sekarang aku bisa resmi menyandang nama Jeremia Justin Grasio, S.Kom.

Tapi tentu saja, ini bukan akhir justru baru permulaan dari perjalanan panjangku di dunia desain dan teknologi. Masih banyak mimpi dan cerita seru yang akan datang!

CHAPTER 5: LAST BUT NOT LEAST

Sebenernya, artikel ini adalah never ending project cerita yang akan terus aku update seiring perjalananku sebagai seorang UI/UX Designer.

Untuk sementara, ceritanya berhenti di satu momen spesial: kelulusanku pada 27 Agustus 2025 kemarin. Setelah 4 tahun penuh perjuangan, begadang, belajar, lomba, dan magang, akhirnya sekarang aku bisa resmi menyandang nama Jeremia Justin Grasio, S.Kom.

Tapi tentu saja, ini bukan akhir justru baru permulaan dari perjalanan panjangku di dunia desain dan teknologi. Masih banyak mimpi dan cerita seru yang akan datang!